Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak
akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya,
maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan
gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil
atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang
merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT
yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya.
Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan
terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan
manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah
sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang
terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan
seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerin-tahkan
manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak
menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar
dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad
kecil adalah jihad melawan musuh di medan
perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada
kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya
dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi
kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat
Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf
nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal
manusia tergugah akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya
kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga tidak berupa usaha
untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting
dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah,
sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa
senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di
muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut
ini:"
"Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS.
al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang
yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan
azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu
Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat
tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan
mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim.
Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan
tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku
memberikan petunjuk."
Demikianlah
pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut
dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kchilangan keberanian, dan
rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih
mengutamakan keselamatan diri mcrcka daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin
Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah
Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan
orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"Karena itu,
hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat
berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur
atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang
yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa:
'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.
" (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin
Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan
dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat
tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak,
Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan
harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana
kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan
surga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang,
dan Dia memberitahu mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan
orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang-orang Islam. Allah
SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi
Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-lembaran atau
buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang.
Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama
Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka
kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh
tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan
hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan
mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah
esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah.
Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan
yang terpenting adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang
universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit
tertentu atau untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan
kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan
kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid
kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan
manusia semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika
ada orang yang menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan
melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang
akan dikoreksi di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia
agar manusia mengetahui apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah
SWT yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi
bagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS.
al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan
manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman
Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Allah SWT telah
menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyadari siapa di antara
mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan
Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT
menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia
akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan
diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir
ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan
kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya
manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw.
Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak
diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya.
Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan mempertahankan
kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan
anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu,
kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi
kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi.
Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus
yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang
di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu. Orang-orang
Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana penyembahan berhala
dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme diturunkan pada Bani Israil
yang suka membangkang dan karena itu, karakter utamanya adalah ketegasan
(as-Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala
Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan
ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan
dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan
mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk
masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru
lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh karena itu, orang-orang
Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara
yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan
penggunaan kekuatan bersenjata karena kekuatan orang-orang Romawi mengungguli
kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang
mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan
lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi
memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas
imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan
menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang
berhak mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai
karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok
tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi,
tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan sesuatu.
Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan yang
tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan
universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang berarti
keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan
barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam
bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan
Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS.
Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang
tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya
sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam
bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan,
tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan dalam
Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka
Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat
keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan masyarakat,
keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita, keadilan
untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para
penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit
ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana
lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak
meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka
dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah
saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.
" (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya
dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah
SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya
Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan
anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab:
'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan
hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'"
(QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang
perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah
diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai
dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba'
ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim
terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan
semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan
meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang
Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan
kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu
mereka berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS.
al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi
Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim
sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang
Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan
sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan
kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama,
padahal penamaan umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang
sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan
kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam
sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT
berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan
sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang
Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami
dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim
di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara
orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya
Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak
beliau adalah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim menetapkan akhlak
yang mulia meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh karena itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak
yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau
apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang berasal di sebelah
kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat
dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut
dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau
berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak
untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang
agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul
'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan
bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah
SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat
beliau yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah
firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia
semuanya; beliau memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki
rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi beliau
sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam
pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus
menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah
firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi
alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab
saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau
bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi
rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau
senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu
kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja
yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya sampai hari
kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau
adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau
adalah rahmat yang memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau
pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang
diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan
kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia
merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca
melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan
amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan
akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat:
53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai
tempat berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan
yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca
kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan
untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan
mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bagian akhlak
dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan
kekurangan, baik secara materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi
kehidupan yang biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul
saw yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum
mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari
keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan
dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan
Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia dan
menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi
agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia
harus berjuang secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi
manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi dan penduduk
langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal
seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima
oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang memikul
berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah
SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat
bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika
manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau
berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah
SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara
berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka
aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah
jika di sana
terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai
tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah
dakwah secara rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman
kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman
kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup
di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang
pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan
dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan
Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan
Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu
menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar
al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin
'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara
rahasia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai
kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali
mereka membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang dilakukannya
di gua Hira—salah seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah
dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahasia berhasil mengembangkan
misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun
yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia keimanan telah tertanam dalam
hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah
menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan
mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun
dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw
berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi
sekelompok tentara yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau
menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua.
Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap
para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh
masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi
mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak
rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencoba untuk menyingkirkan
berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka
yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan
kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahwa tiada tuhan
lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada
penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota
Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa
gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah
dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi
antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang
pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit
Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah.
Dan ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian
percaya jika aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang menyerang
kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu
berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi
peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jika kalian
menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena
ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai.
Ketika kaum Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah
SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek
yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia
akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia
usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. "
(QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab
memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan
Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang
dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya,
padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti sama
sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di
tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu
bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu
belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak
berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang
yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu
mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). "
(QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang
kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang
pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata:
'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka
menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa
heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan
dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT
berfirman:
"Dan apabila
mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan
(dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul?
Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita,
seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah
betapa nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah
saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka, dan coba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap
tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka
tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan
mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat
tuhan dari adonan roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka
mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan
kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun
demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka bumi. Mereka
orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga
sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka
menuduh bahwa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum
yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta
kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka
memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu
mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari
pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit
akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab
atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat,
kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari
langit.
Nabi tidak peduli
dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka
dengan penuh kelembutan bahwa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai
dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan
kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia
yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka
akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak
bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di
dalamnya dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka terima tidak
dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah
Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya
orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang yang
menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka
menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka
menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang lalim.
Islam bukan hanya
memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi
Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam
meyakini bahwa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan
naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan dinilai
dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang
hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam,
manusia terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi
dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam tidak
mementingkan fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga sebaliknya.
Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi
ruhani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah
satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada
kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi
yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam
membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi
cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu
beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi
orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang
menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha
pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin
sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu
dari ayat Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya
Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."
(QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum
musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya.
Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fisik. Mereka
mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan cara menindas kaum Muslim dan
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk
berdakwah. Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru memilih untuk
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh
Mekah dikagetkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa
yakin bahwa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka
menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka
bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah
hilang.
Kaum Muslim yakin
bahwa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka
bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab,
tetapi mereka mengetahui bahwa mereka akan membangun suatu manusia yang baru.
Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam
bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar
kebesaran sang Pencipta.
Sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban
yang dahulu dan modern, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak
memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan
apa pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun
kepada mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat
memberikan sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak
berhutang kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya,
ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita
dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat
menguasai kaum Muslim karena mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim
itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan
agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha
untuk memnghidupkan ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak
keilmuan.
Pada awal-awal
masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa mereka menghadapi
peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan
pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan
siksaan, maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan
yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk
mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan
dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan.
Seorang yang beriman tersebut disiksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh
kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya. Bahkan siksaan semakin
meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap
mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang
Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia
pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan
orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak
turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka
dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam
tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik
syariat mengetahui bahwa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara
yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada
waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh
untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini
dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama
yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam
mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan
secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam
sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan
kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk memperbudak para
tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem ini
sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka
menawannya. Oleh karena itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka
sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi
Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik
untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa
dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika
orang-orang yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang
mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang
jelas bahwa para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka,
kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya
dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan
menceritakan kepada kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus
dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari
dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan
tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim
hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima
pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga
yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah
harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang
hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk
melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara
naluri manusia merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang
membedakan orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahwa
mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur
yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang
Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal di tangan
Allah SWT, rezeki adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di
tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk
menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyiksaan dan penderitaan di jalan
Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang pantas yang
diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukanya dengan
begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena Islam membebaskannya dari rasa
ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji orang-orang yang menyeru di
jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta
tolong kepada beliau dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata:
"Tidakkah engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa
kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh
sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu
mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh
mereka dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi
Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu
tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian
ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari
kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam
tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang
pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama
ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk
Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan
roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah
membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk
mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi
tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru
memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan
ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya
melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah
datang kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan
raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan."
Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahwa ejekan
demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy
mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang
Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir,
dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada
kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada
kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila.
Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang
penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang
terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir
yang dapat memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan
isterinya. Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para
pendatang di Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun
demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun
pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian
yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di punggung Adam:
"Bukankah
aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah
jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai
melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian
mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka
menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin
Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan
sebagai juru runding.
'Utbah berkata
kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di
sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang
besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku
karena aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan
menerima sebagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai
'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan harta niscaya kami
akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya
di antara kami, dan jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi
kehormatan itu bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak
mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami
akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah
'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu
Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya,
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling
(darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di
telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah
kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan
mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan
mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada
putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang
bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'
Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw
telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran
dan iming-iming tersebut dengan membaca sebagian dari surah Fhusilat yang
merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui
malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai
pada firman-Nya:
"Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat:
13)
'Utbah berdiri
dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia
terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan
agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah
perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya
perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak
kekerasan dan penyiksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum
musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw
sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim
membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka
anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka
Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin
untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu
setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas
orang Muslim. Mereka keluar secara rahasia dan mereka menuju ke laut. Mereka
berlayar meskipun orang-orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin
berlayar karena mereka takut dari laut dan mereka yakin bahwa manusia yang
berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya,
gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh
tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy
berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyiksa dan
menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja
Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang orang-orang
yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang
mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama
Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi
sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang
agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi bertanya
tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya
dan ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang
perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi
dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih
dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi
mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil
suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum
muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin
oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berpikir di mana ia cenderung
mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban
kekuasaan Ilahi adalah bahwa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak
mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT
memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu
Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian
yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di
tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki
yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar
dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena dorongan emosi, fanatisme, dan
rahmat terhadaporang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang
perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang
diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu
Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad
hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu,
darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat,
Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di
tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala
Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal
aku berada di atas agamanya."
Demikianlah
permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana
perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya disiksa dan dianiaya dan
dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama
dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan yang paling menentukan
adalah rahmat Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak
mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang
pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia seorang
yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar
bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali
kaum Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan
salah seorang yang mendapatkan siksaan ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan
isterinya. Amir beserta istcrinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar
bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan
suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar
berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah
engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu
berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT.
Engkau telah menyiksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi
sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar berkata:
"Mudah-mudahan Allah SWTmenemanimu."
Wanita itu
melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika
suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada
keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam
sampai keledai Umar masuk Islam." Ia mengatkan demikian karena ia melihat
betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan pikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat
kepada Umar.
Belum lama mereka
berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup
sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia
menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi
menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya
dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia
akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu
dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya."
Umar segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya
sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat
Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku
mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya
mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun
tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar
memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru
membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wudhu
agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum
lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar
memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang
paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia
mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya.
Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang
menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa
berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud
jahat.
Rasulullah saw
bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw
membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya
apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang
Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan
Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk
Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahasia
dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya
dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak
orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia
menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan
mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk
menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan
dan pengejekan kini mulai mencoba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi
dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka
tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut, mereka
ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah
saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani
Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang
kafir maupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia
bersama orang-orang Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan
minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami
oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal
tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak
wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa
sedikit pun makanan. Kemudian padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta
kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah
peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan
yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan
pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh.
Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah
keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara
gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta
yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan
mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga
hari.
Selama tiga tahun
tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan
bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar
mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum
Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas
dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu
orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada
para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan
kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka
masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat
itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim
menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan
keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah
saw merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan
beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau
dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan
kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu Thalib adalah
seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy,
sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka
berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada
kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi
Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat
beliau berdakwah. Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri.
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw
sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam
kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun
kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik justru bergembira dengan kesedihan
Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang
tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat
meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan
kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih
waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa
usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di
atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai
kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan
berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya
itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi
ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan
beliau sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam
berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke
Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam
dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah
berhubungan mesra dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali
Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat
hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum
musyrik memberlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah
saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana
pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini
sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang
mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah
dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu
dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak
mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw
saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang
kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan
tindakan jahiliyah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya.
Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang
lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain.
Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang
mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mau beriman kepada
ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadijadi dalam menyerang
Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang
terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah
saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar merahasiakan
kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah
terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur
dari kaki beliau.
Kemudian
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh
dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan
pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang
yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan
seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau
mengulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata:
"Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang
Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki
saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi
aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban
Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu
ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam
sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim
ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar
Rasulullah saw sclania dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian
bcliau terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan
batu penghuni Tha'if.
Kemudian
Rasulullah saw kcmbali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh
pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah.
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap
kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak
di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada saat
demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut
campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi,
yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah
Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia
datang semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan
kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk
bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan
pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak
keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat
tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah
para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan
dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada
nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai
para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara
para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara,
seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh
Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya
kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT
untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik
bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu
tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di
mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis
apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi
yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia
belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin
menenangkan hatinya.
Kita juga melihat
dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar
dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau".
(QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT
menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi
Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan
dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad
bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk
diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya
agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam
hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk
dipahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya
tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw
berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat
perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak
peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat
cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa
rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku
..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang
beliau khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang
diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan
paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
paling sempurna.
Demikianlah
mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang tujuannya adalah menghormati kepribadian
Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati secara
bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang
terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi
Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan
mereka dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka
diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali
pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit;
suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit
dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT
memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang
biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang
pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronot
pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat
ditembus oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad
saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau sampai
pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib.
Bukankah surga bagian dari alam gaib? Beliau sampai di surga. Allah SWT
menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu
manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT.
Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu
malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam
Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan
berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra'
dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah
SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau
tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang
kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat
beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu
Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya
naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Di suatu rumah
yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang
tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah
sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat
kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw
kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata
kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar
engkau melihat sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril
berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan
Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung
garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq.
Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang
tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai
186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar
angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana
Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa
lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan
bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha penembusan luar
angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai
satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan
untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama
beselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau
dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi
dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal
dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan
Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang
biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci
dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit
kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang
terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan
berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau
ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati
yang belum pernah mengenal?
Sementara itu,
Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya
bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung
Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah
gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati
ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan
bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau
mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar
para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para
malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang
lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan
memilih fitrah.
Para nabi
mengitari Rasul saw dan datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di antara
sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya
Allah SWT memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri
dan salat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau
adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi
imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada
mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat membacanya
membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam
mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri.
Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari
cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau
menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah
hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad
bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai
menjangkau tempat ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan
Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam
kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui
kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan
Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan
Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui
langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam
materi semuanya dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul
Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan
sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul
Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya
bahkan membayangkannya:
"(Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk
(pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Kisah Nabi Muhammad SAW ( bagian 1-bagian 2-bagian 3-bagian 4-bagian 5-bagian 6 )